Sc: Google |
Apa yang akan terpikir setelah membaca judul posting blog ini? Pastinya soal film yang sempat rilis dan ramai dibicarakan orang-orang, termasuk kamu, bukan? Yap. Tentu. Hanya saja, aku tidak termasuk ke dalam ke'ramai'an itu. Dan sekarang, setelah sepi, aku baru mencari dan akan mencoba memahaminya. Alasan-alasan kenapa dunia sempat sibuk membahas film ini.
Ah, haruskah kujelaskan bagaimana akhirnya aku bisa tertarik untuk ikut berpendapat soal film ini? Oke jadi, pertama-tama, tentu saja aku tidak mungkin tiba-tiba penasaran. Sangat amat bukan Alya yang kukenal selama hidupku. Jadi tentu saja ada dorongan eksternal yang membuatku ingin tahu, bahkan memaksanya untuk tahu, dan akhirnya memilih menonton La La Land.
Dorongan eksternal yang datang padaku adalah kalimat dari salah satu temanku; "Eh Al, aku baru beres nonton film yang sama ke sekian kalinya," yang datang pada chat WhatsApp. "Setidaknya setahun 2 bulan sekali. Dan itu di bioskop aku nonton entah berapa kali. Pas awal2 lebih gila," katanya melanjutkan. Haruskah kukira-kira? La La Land rilis 12 Januari 2017 (berdasarkan hasil googling). Anggaplah temanku mulai menontonnya via streaming sejak 2018, setahun ada 12 bulan, dan sekarang sudah April.
Baiklah, setidaknya selama 2018 dan 2019 ia menontonnya 12x dan di 2020 ini anggaplah dia sudah menontonnya 2x maka jumlahnya 14x. 14x dan itu belum termasuk yang ia tonton di bioskop dan di waktu gabutnya. Wow. Sungguh banyak hal sia-sia yang dilakukan manusia di dunia ini untuk hal-hal yang disukainya.
Oh, sebentar. Soal sia-sia; akan aku tarik kembali. Tidak ada hal sia-sia yang mampu membuat hati senang. Kita hanya punya preferensi yang berbeda untuk bahagia. Jadi soal sia-sia, aku tarik kembali namun tak akan kuhapus. Itu bentuk kejujuranku pada temanku sendiri, aku tidak ingin curang dan berbohong. Sebab pertama kali mendengar fakta seringnya ia menonton La La Land, memang itulah yang lewat dipikiranku.
Sebenarnya aku ragu menulis review film ini. Aku takut mengecewakan temanku, sang La La Land's Holic; tentang bagaimana sudut pandangku bisa saja berbeda dengan penilaiannya. Tapi biarlah. Biarlah kami berteman dengan perbedaan. Toh selama ini perkara telur matang dan setengah matang saja kami tidak pernah kompak. Maka akan kumulai;
Pertama, aku suka poster filmnya. Ini penting menurutku, sebab menarik minat orang-orang untuk memutuskan akan menonton filmnya atau tidak. Ingat kalimat, dari mata turun ke hati? Ilmu marketing juga bersumbu pada kalimat itu. Aku banyak googling bagaimana poster-poster La La Land lain yang dirilis, dan menurutku semuanya bagus.
Sc: Google |
Kedua, aku suka jalan ceritanya. Sebenarnya film ini simple saja; tentang 2 orang yang berusaha keras mengejar mimpinya, bertemu, jatuh cinta, lalu terpisah dengan alasan yang sama. Pisah untuk mengejar mimpi masing-masing, sebab pengorbanan memang selalu begitu adanya. Kita tidak bisa mendapat semua yang kita inginkan. Mutlak hukumnya.
Namun yang membuatnya menarik adalah bagaimana ceritanya berjalan. Dari satu plot ke plot yang lain. Disusun dengan ringan, mudah dimengerti meski alurnya maju-mundur dan terselip twist diberbagai tempat. Tapi ceritanya rapih sekali. Ceritanya seperti mengajak kita untuk ikut melangkah satu demi satu, runtut, terkemas dengan sederhana dan dapat dipahami dengan baik.
Ketiga, "percakapan, lirik, gambar, acting, musik, jangan lupain itu semua", gitu kata temanku. Maka sejak aku nawaitu menontonnya, aku berusaha menempatkan diri sebagai penggemar La La Land nomor 1 meski belum tahu kearah mana aku akan dibawa pada film ini. Aku menaruh ekspektasi tinggi, dan fokus pada 5 hal yang temanku sebutkan. Lalu keputusanku setelah menontonnya; aku setuju.
Percakapan dan lirik yang ada di film ini banyak yang berkesan, bahkan sejak dari opening. So I bang on every door. And even the answer is no or when my money is running low. The dusty mic and neon glow are all I need♪♪♪
I'm reaching for the heights. And chasing all the lights that shine. And when they let you down, you get up off the ground. 'Cause morning rolls around. And its another day of sun♪♪♪
Dan kurasa (dan semua orang) legend dari deretan lirik yang ada di film ini adalah; here's to the ones who dream. Foolish as they may seem. Here's to the hearts that ache. Here's to the mess we make♪♪♪
A bit of madness is key. To give us new colors to see♪♪♪
Semua rangkaian liriknya memang sesuai dengan tema "impian" yang ingin disuguhkan pada film ini. Itulah doktrin yang secara tidak langsung ingin disampaikan pada penonton untuk ikut berjuang pada mimpi masing-masing. Bahwa bekerja keras memang hampir selalu mengkhianati hasil, jadi usahlah banyak mengeluh. Memang begitu adanya. Memang semua manusia adalah manusia gagal. Kalau ada manusia yang berhasil, maka jumlah gagalnya sudah pasti lebih banyak dari jumlah gagalmu. Tetaplah berjalan dan gagal. Itu lebih baik daripada hanya berdiam diri.
"I don't think I'm gonna like her. Does she like jazz?"
"Probably not,"
"Then what are we gonna talking about?"
-mengapa aku suka sekali pembahasan ini? Maksudnya, well, aku setuju seribu persen bagaimana ketertarikan seseorang akan sesuatu mampu menentukan tingkat komunikasi yang terjalin.
"Why do you say "romantic" like it is a dirty word?"
"Unpaid bills are not romantic,"
-oke aku bahkan tidak perlu membahas ini.
"You're acting like life's got me on the ropes,"
"I wanna be on the ropes,"
"I'm letting life hit me 'til it gets tired,"
"Oh? Then I'm gonna hit back,"
-BOOM!! THE POWER OF THOSE WORDS.
Satu hal yang paling aku apresiasi dari film ini adalah dance!! Mulai dari openingnya saja aku sudah kagum. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana kerasnya setiap dancer berlatih tiap harinya untuk mempersembahkan tarian pembuka pada film ini. Belum lagi kru-kru lain yang pastinya harus mengatur timing antara pengambilan gambar dan gerakan dance. Lalu para cameraman-nya yang pastinya perlu bekerja keras bagaimana baiknya sisi pengambilan gambar pada film ini. Belum sewa jalan, mobil, melawan terik matahari, dan lain-lain-lain-lainnya yang kalau kujelaskan satu persatu mungkin bisa jadi jurnal.
Lalu scene Mia dan Sebastian yang menari di bawah hamparan langit ungu. Setelah beberapa platform kulalui, aku mengetahui fakta bahwa shooting-nya dilakukan saat subuh untuk mendapat magic hour. Wow. Pantas saja bisa semegah itu. Apalagi katanya itu dilakukan dengan one-take. Tidak bisa kubayangkan kalau salah satu dari mereka ada yang membuat kesalahan, maka harus diulang secara keseluruhan.
Oke, lanjut aja ya ke point keempat; udahan sih, aku hanya terpikir sampai tiga point WKWKWKW. Barusan temanku datang, aku bilang reviewnya sedang kukerjakan. "Tapi kayaknya Alya gaakan nonton untuk kedua kali deh," ucapku padanya. Memang kuakui bagusnya film ini, namun tidak masuk seleraku. Aku juga bukan tipe orang yang suka mengulang nonton film sebab sudah tahu bagaimana jalan hingga akhir ceritanya.
Satu hal yang kupahami setelah menonton La La Land; cinta dan mimpi memang tidak pernah menyenangkan. Banyak skenario lain yang bisa terjadi atas hal-hal lain yang tidak kita ambil, namun masa sekarang akan terus berjalan ke masa depan. Sementara di masa sekarang hal-hal yang sudah kita tinggalkan ada di masa lalu, tentunya tidak akan membersamai kita di masa depan. Skenario-skenario panjang dan indah yang mungkin saja terjadi itu hanya mampu tergambar dan berjalan pada pikiran. Ironi hidup memang sesadis itu.
*ps:
Tadi dia menyuruhku untuk memberi rating. Hmmm 7/10? Dia sempat bilang, "jangan di pause, jangan di skip" ketika aku menontonnya. Hampir ku pikir dia juga akan bilang, "jangan napas", yak biar mati sekalian. Namun kenyataannya aku perlu 2 hari untuk menontonnya. Berarti seleraku memang bukan pada genre film ini meski keseluruhan film ini tetap membuatku terkesan. -3 pada ratingku adalah representasi dari perbedaan seleraku.
*pss:
Apalagi yang harus kutonton setelah ini?