Senin, 19 November 2018

KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH


Seperti yang pernah aku bilang pada salah satu posting blog-ku, aku (lumayan) banyak membaca novel Tere Liye. Soal kenapa aku baru membuat reviewnya sekarang, anggap saja aku baru menemukan waktu yang tepat. Khusus untuk novel Tere Liye yang satu ini; Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, aku sampai membacanya dua kali. Tebalnya lebih dari 400 halaman, tapi aku sama sekali tak merasa letih membacanya.

Cinta sejati tidak pernah memiliki ujung, tujuan, apalagi hanya sekedar muara. Air di laut akan menguap, menjadi hutan, turun di gunung-gunung tinggi, kembali menjadi ribuan anak sungai, menjadi ribuan sungai perasaan, lantas menyatu menjadi Kapuas. Itu siklus tak pernah berhenti, begitu pula cinta.

Siklus Sungai Kapuas jauh lebih abadi dibanding cinta gombal manusia. Beribu tahun tetap di sini, meski airnya semakin keruh. Sedangkan cinta gombal kita? Jangan bilang kematian, bahkan jarak dan waktu sudah bisa memutusnya.

Kamis, 30 Agustus 2018

SELAMAT 22, LISA!


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

First of all, Lis, selamat ulang tahun. Kamu do’a sendiri aja ya, nanti aku aamiin-in.

Aku nulis ini diketik agar tinggal nge-print supaya jari jemari aku tidak lelah nulis dan untuk bisa di upload juga di blog. Jadi aku tidak perlu kerja dua kali. Hehehehehehehe lopyu.

Rabu, 11 Juli 2018

DAUN DAN REMBULAN


Beberapa hari lalu, aku membaca salah satu novel Tere Liye yang berjudul Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Judulnya panjang, jujur saja itu sempat jadi alasan kenapa aku tak kunjung membacanya sejak tahu bahwa novel itu terbit. Entah kenapa aku tak suka judul panjang. Sudahlah menilai dari luarnya saja, aku bahkan tak punya alasannya. Alasan kenapa aku tak menyukainya.

Selasa, 12 Juni 2018

DILAN 1990 DAN SEKARANG


Senin, 21 Mei 2018 0:45

Aku baru saja selesai nonton Dilan. Memang seperti inilah aku. Aku tidak suka keramaian, termasuk tren yang sedang digandrungi. Kalau orang-orang berduyun-duyun unjuk gigi agar terlihat kekinian, aku lebih memilih hening. Diam menunggu sepi, dan orang-orang mulai jemu menunjuk diri. Begitupun urusan Dilan.

Aku pertama kali kenal Dilan lewat novel; Dia adalah Dilan-ku 1990. Dia persis seperti apa yang orang-orang katakan (keren, puitis, waw). Namun pada saat itu, ia tak seterkenal sekarang. Dilan yang dulu aku kenal lebih hening, karena dia memang tak suka koar-koar menghebatkan diri. Dilan yang sekarang juga masih sama. Masih hening. Orang-orang yang koar-koar menghebatkan Dilan. Iya, aku tahu. Aku sepakat Dilan hebat.