Curhat dulu bentar; awalnya posting ini mau dikasih judul “I’m not sorry for being different”,
hingga akhirnya saya sampai pada keputusan untuk menggunakan “I’m not sorry for being in-different”.
Ada beberapa alasan mengapa saya mengubahnya; yang pertama, karena indifferent sebenarnya adalah title
blog saya sebelum Revival ;) Alasan
mengapa saya mengubahnya bisa dibaca disini. Indifferent sendiri (berdasarkan kamus bahasa Inggris yang saya baca)
memiliki arti sebagai berikut:
Indifferent (kata sifat)
- Tidak tertarik, acuk-tak-acuh. He was indifferent to the idea = Dia tidak tertarik pada gagasan itu.
- Biasa saja. I’m an indifferent writer = Saya adalah penulis yang biasa saja.
Berdasarkan literatur tersebut, menurut saya kata indifferent tersebut yaa keren aja gitu. Dan lumayan
menginterpretasikan diri saya sendiri. Bahwa saya biasa saja, serta (kadang) acuh-tak-acuh. Entahlah ini harus
dibanggakan atau engga, tapi anggap saja sebuah pengakuan diri.
Lalu kenapa judulnya harus in-different bukannya indifferent aja?
Alasannya sederhana sih; yaa biar
keren aja gitu h3h3h3. Sebab arti dari different itu sendiri adalah:
Different (kata sifat)
- Tidak seperti biasanya. You look different today = kamu terlihat tidak seperti biasanya hari ini.
- Berbeda. Apple is different from Manggo = Apel berbeda dengan Mangga.
JADI, karena posting ini ingin membahas tentang saya (lagi) yang
akhir-akhir ini punya banyak waktu luang untuk memikirkan beberapa hal yang membuat
saya berbeda (?). Tentunya tidak semuanya saya sadari sendiri, lebih banyaknya
karena protes dari beberapa orang yang merasa bahwa saya sedikit ‘beda’.
Makanya kata –differentnya saya
kenakan garis (-) sebelum in-. Biar
pembahasannya nyambung gitu engga sih? Yaudah kalo engga mah gapapa......
Well, sebenarnya menjadi berbeda bukanlah hal buruk. Pada dasarnya memang
semua manusia diciptakan ber’beda’, so its okay to be yourself. Pokoknya selama
berbeda dengan menerima ‘beda’nya orang lain juga, maka jadilah salah satu
‘beda’ yang tidak perlu membeda-bedakan. As long as you happy but not hurting
other people at the same time, do as you please. So, saya agak sedikit berbeda
(dengan orang-orang disekitar saya) dalam beberapa hal:
- I don’t like to play game(s)
YES, saya engga suka main game:( Dan jujur, sebenarnya saya iri sama
orang-orang yang suka main game karena mereka selalu punya ‘jalan keluar’ di
setiap waktu-waktu bosan mereka. Sementara saya justru malah merasa bosan
dengan main game h3h3h3 terutama game yang susah dan tidak mampu saya mainkan
h3h3h3. Mereka seperti punya dunianya sendiri and simply look kinda cool kalo
punya emas/platium/gelar master/apapun yang menandakan kalo mereka jago main
game. All I can get was perfect score at Gimbot Air:
Tapi bukan berarti saya TIDAK MAIN GAME SAMA SEKALI. Bukan. Bukan gitu.
Saya tetap beberapa kali nyoba main game (yang offline di play store) yang
lumayan saya dengar seru kata teman-teman saya yang metal-metal, diantaranya:
- Subway Surfers : ini lumayan sih emang seru tapi engga bertahan seminggu di HP.
- Make More : ini juga lumayan seru bahkan saya sampai selesai bikin 5 pabrik gitu, kirain udah master dan wowwwww eh ternyata harus meneruskan sampai 10 level gitu kan males ya:(( satu level 5 pabrik yakali harus tabah banget nyelesain 25 pabrik OHMYGOD.
- Tape It Up : ini sih kaya gaje gitu cuma nge-tape kardus doang jadi ya bozen.
- Snake VS Block : ini susah ah wkw level saya bahkan belum sampai ke sini, masih di Snake yang ada di HP Nokia jadul.
- Brain Dots : ini juga lumayan seru sih bikin mikir, tapi ah malesin dah hidup saya juga udah mikir mulu masa main game mikir lagi :(
TUHKAN sebenarnya saya sudah amat sangat berusaha menyukai game karena game
memang punya beberapa sisi positif dan membuat kerja otak lebih baik tapi ya
gimana :( Hingga saat ini ada 3 games yang masih setia ada di dalam HP saya
sekedar untuk mengisi luang pada waktu kosong dimana film sudah habis di
harddisk, dimana tidak ada lagi timeline yang belum di refresh, dimana tak ada
inspirasi yang datang untuk ditulis, yaitu; Cell Connect, Restaurant, dan Block
Puzzle. Dari ketiga game itu, semuanya cocok dari kriteria game saya; gampang,
ga mikir, tampilannya lucu, ya gitu deh standar game anak TK h3h3h3.
- Up until now, I haven’t downloaded any Line’s sticker(s)
Ini berawal dari kritik beberapa teman saya yang suka pamer sticker Line,
apalagi yang mereka baru download. Jujur sih, memang sticker-sticker itu
lucu-lucu, unyu-unyu, unik-unik, tapi kenapa harus didapat dengan download dulu
ya? Kenapa engga langsung disediakan aja gitu biar saya langsung pake?
Ngelunjak ya? Hehe.
Berawal dari kemalasan untuk mendownloadnya itulah, maka saya engga pernah
ada niatan untuk mengoleksi sticker line. Selucu apapun. Ditambah karena saya
sudah merasa puas dengan halaman pertama dari sticker gratis yang sudah
disediakan:
Lembar pertama :) |
Selebihnya, dari beruang seterusnya apalagi yang semakin modern dan paling
terbarukan belum saya download. Well, engga ada niatan download.
Penampakan lembar kedua dst |
Lagipula saya
sudah merasa puas dengan mini sticker (yang kalo engga nulis apa-apa jadi
sticker gede gitu(?)) yang bisa langsung mendownload otomatis saat saya engga
sengaja klik. Sebegitu banyaknya sudah mampu mewakilkan semua yang ingin saya
ekspresikan ko di chat line:”) sumpah itu juga udah banyak BEUD.
Mini Sticker |
Mini Sticker (lagi) |
- I don’t have Path’s acc.
“Path lu apa?”
“Engga punya Path”
“Dih serius? Bikin sih. Biar bisa gua tag”
Yeah ada beberapa orang yang bahkan engga punya Instagram account, jadi
engga punya Path account bukan masalah besar kan? Bahkan saya kenal sama
beberapa orang yang engga bisa mengaplikasikan twitter jadi engga bisa main
Path juga bukan hal aneh kan? Oke. End of disscusion.
Sepertinya alasan utama saya tidak menginstall Path dan tidak memiliki akun
Path adalah ketitikjenuhan saya akan Foursquare deh. Inget kan sama Foursquare?
Aplikasi check in yang sempat viral sebelum Path melanda. So saya ngerasa udah
gumoh banget aja gitu karena pas Foursquare lagi booming-boomingnya, kayaknya
semua tempat engga pernah ketinggalan untuk di ‘check in’ deh. Hmmm bahkan
kadang dalam satu tempat tapi beberapa spot juga saya klik ‘check in’.
Contohnya; sampai SMAN 1 Cikarang Utara – Check In, terus istirahat pertama
Kelas X.5 – Check In, terus ke Kantin SAKURA – Check In, terus nanti pas
pulangnya dan sampai rumah bahkan My Room – Check In. (Semua hanya contoh koq,
saya engga sampai segitunya kecuali pas lagi jalan-jalan gitcuh hehehehe)
Kemudian dari paragraf di atas, saya mendapat kesimpulan bahwa saya memang
benar-benar merasa puas menggunakan Foursquare jadi saat fungsinya bisa
tergantikan dengan Path yang lebih canggih dan lebih kekinian, saya sudah malas
duluan. Malas seakan-akan engga perlu check in lagi dimanapun saya berada.
Sebab sudah puas check in terus di Foursquare. Terakhir saya main Foursquare
sekitar kelas 11-an, seiring teman-teman mulai pindah ke Path, dan begitulah
hingga akhirnya akun Foursquare sayapun hilang ditelan bumi (mungkin masih bisa
di view). Tapi belakangan saya tahu kalau fungsi Path sebenarnya lebih variatif
dari Foursquare (wajar sih, ibaratnya Path itu versi upgrade dari Foursquare), contohnya
bisa update lagi baca buku apa, nonton film apa, dan lain sebagainya selain
check in tempat yang saya kurang paham lagi fungsi lainnya hehe.
- I don’t read Webtoon.
BUT I REALLY ENJOY COMICCCCCCC SERIOUSLYYYY. Alasan kenapa engga baca
webtoon: entahlah. Apa karena terlalu mainstream? Karena terlalu sering
diomongin orang-orang jadi kaya males aja gitu bacanya? Tapi saya engga bohong
ko soal saya suka baca komik. Saya suka banget baca komik sejak zaman baheula bahkan
meski komik hanya bisa saya temui di majalah Bobo. Lalu kemudian saya baca Detective Conan
sampai tumpah-tumpah cinta saya untuk komik satu itu. Oh iya, Paman Gober juga
sempat jadi favorite saya di masa kecil. Intinya, saya suka baca komik, hanya saja
belum sempat menjajal webtoon.
Before Mr. Krab famous, Paman Gober was the stingy-goddest |
Kudo is still my very first crush 2D |
Selain dari buku langsung, saya lebih sering baca komik di Instagram biar
sekalian online. Tapi semenjak webtoon menyerang, para author komik memang
banyak yang pindah lapak. Mungkin karena lebih ‘pada tempatnya’ juga sih ya,
jadi para penyuka komik bakalan lebih gampang untuk nyari dan baca komik. Bahkan
saking terkenalnya webtoon, banyak drama pendek yang diangkat dari webtoon WOW!
Jadi mungkin kalau soal webtoon, (mungkin) nanti saya bakalan download dan
baca-baca komik di sana deh. Mungkin.
Daaaaaaaaaaaaaaaan begitulah, 4 hal yang ‘agak’ berbeda dari lingkungan
saya yang telah saya bahas. Seperti yang sudah judulnya katakan, I’m not sorry
for being in-different. Pokoknya di mata saya, game merupakan jalan keluar
terakhir dan tidak bisa membuat saya masuk ke generasi nunduk karena fokus main
game, kalau generasi nunduk karena baca komik atau nonton sih iya ;) SAMA AJA
YHA HAHAHAHA. Pokoknya saya tidak merasa perlu untuk download sticker lain dari
Line selain sticker-sticker dasar yang sudah saya miliki. Pokoknya saya tidak
merasa perlu punya akun Path. Pokoknya lagi, kalau soal Webtoon, jalannya masih
panjang untuk saya merasa perlu menginstallnya.
0 komentar:
Posting Komentar